1.
Pengetahuan
Pengetahuan tidak bisa dipandang seperti
memandang suatu objek yang terdapat di sana, di depan subjek, yang dapat
dijangkau oleh pandangan dan oleh tangan manusia. Permasalahan kritis di sini
adalah kompleksitas pengetahuan manusia yang sulit dijangkau secara lengkap,
utuh, dan paripurna oleh budi manusia yang terbatas. Pengetahuan itu dikatakan indrawi
lahir atau indrawi luar kalau orang mencapainya secara langsung,
melalui penglihatan, pendengaran, pembau, perasaan, serta peraba setiap
kenyataan yang mengelilinginya. Pengetahuan itu dinamakan pengetahuan indrawi
batin ketika menampakkan dirinya kepada orang dengan ingatan dan khayalan,
baik mengenai apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang
terdapat di luar jangkauannya. Pancaindra dan akal budi menjadi unsure sangat
besar dalam lahirnya pengetahuan dalam aneka dimensi.
1.1
pengetahuan disebut perseptif
Muncul secara spontan, dalam arti ini lebih menyatakan dirinya melalui
gerakan tangan, tingkah laku, gerakan-gerakan, sikap-sikap, tindakan, serta
jerit teriakan, daripada dengan perkataan yang dipikirkan atau dengan
keterangan yang jelas.
1.2
pengetahuan refleksif
pengetahuan itu membuat objektif kodrat dari suatu realitas apa pun juga.
Pengungkapannya adalah, baik dalam bentuk ide, konsep, definisi, serta
putusan-putusan maupun dalam bentuk lambang, mitos, atau karya-karya seni.
1.3
Pengetahuan diskursif
memperhatikan suatu aspek dari benda kemudian suatu aspek yang lain,
ketika pengetahuan itu pergi dan datang dari keseluruhan ke bagian-bagian, dan
dari bagian-bagian ke keseluruhan. Dalam arti ini lebih menampakkan diri
sebagai sesuatu yang datang dari sebab ke akibat dan dari akibat ke sebab, dari
prinsip ke konsekuensi dan dari konsekuensi ke prinsip, dan sebagainya.
1.4
pengetahuan intuitif
ketika pengetahuan menangkap atau memahami secara langsung benda atau
situasi dalam salah satu aspeknya, keseluruhan dalam satu bagian, sebab dalam
akibat, konsekuensi dalam prinsip, dan sebagainya.
1.5
Pengetahuan Induktif
Menarik yang universal dari yang individual, dan sebaliknya deduktif,
bila menarik yang individual dari yang universal.
1.6
Pengetahuan
kontemplatif
bila mempertimbangkan benda-benda dalam dirinya dan untuk dirinya sendiri
1.7
Pengetahuan spekulatif
bila mempertimbangkan benda-benda dalam bayangan-bayangan dan ide-ide,
atau konsep-konsep tentang benda-benda itu.
1.8
Ciri-ciri umum pengetahuan
Imanen bersifat sumber pengetahuan dari hakikat manusia sebagai makhluk
berpikir.
Intensional, menurut Edmund Husserl
ciri intensional pengethauan terlihat dalam keterarahan kesadaran
manusia.
Relasional, keterarahan pengetahuan mengimplikasi bahwa pengetahuan
selalu berkaitan dengan suatu hal.
Progresif, sejalan dengan karakter biologis manusia lahir secara tidak
sempurna.
2.
Intelligence (Inteligensi)
Dalam
bahasa Latin Kata intellegere terdiri dari kata intus yang artinya
dalam pikiran atau akal, dan kata legere yang berarti membaca atau
menangkap. Jadi,Intellegere
adalah membaca dalam pikiran atau akal
segala hal dan menangkap artinya yang dalam. Inteligensi
adalah kegiatan dari suatu
organisme dalam menyesuaikan diri dengan situasi-situasi, dengan menggunakan
kombinasi fungsi-fungsi seperti persepsi, ingatan, konseptual, abstraksi,
imajinasi, atensi, konsentrasi.
Pengetahuan itu berjalan dari tahap yang
tidak sadar sampai kepada tahap yang sadar yang menempatkannya secara
sistematis dan reflektif. Pengetahuan pada tahap
sadar ini memiliki sistematisasi dan refleksi.
2.1
Pengetahuan intelektif
penglihatan atau penanggapan adalah tahap yang paling rendah atau
sederhana, digerakan secara tidak sadar dan prareflektif contohnya seperti
tampak pada refleksi spontan
2.2
aprehensi (penampakan)
sudah terdapat kesadaran, meskipun subjek menerima apa yang terjadi pada
dirinya secara pasif tanpa diinginkannya. Menurut W. Penfield dasar pikiran
adalah tindakan otak pada setiap individu.
2.3
Insight
penangkapan intelektual secara
mendadak mengenai objek. Pada tahap ini inteligensi manusia juga berusaha untuk menangkap esensi atau
hakikat atau inti peristiwa tertentu.
Terntunya lebih banyak diandalkan adanya kegiatan abstraksi oleh budi. Tekanan
utama kegiatan berpikir atau bernalar ini lebih diutamakan pada budi intelektif
itu sendiri. Budi harus benar-benar mengetahui dengan penuh tanggung jawab,
sebab insight diverifikasikan. diterangkan dengan logis dan ilmiah.
2.4
Tahap
kegiatan intelektual yang lebih tinggi
tahap keputusan sebagai
keyakinan akan kebenaran atau kesalahan dari hasil penyelidikan tertentu. Putusan
ini lebih bersifat reflektif, sebab penguatan atau afirmasi yang diberikan
sungguh-sungguh didasarkan pada landasan yang bisa dipertanggungjawabkan dan lebih
bersifat pasti karena pelakunya mengetahui bahwa ia tahu, bukan hanya kurang
lebih dari itu.
3.
Kondisi-kondisi
untuk mencapai afektivitas
1.
Subjek dan
objek harus mempunyai ikatan kesamaan, jika maka tidak akan ada afektivitas.
2.
Nilai (baik
dan buruk) dimana objek mempunyai nilai bagi subjek dan akan terlahir afektivitas
3.
sifat
dasariah dan kecenderungan kognitif dimana subjek melakukan afektifdan harus
ditunjang dengan sifat dasariah yang mendorong untuk berkeinginan untuk
mencapai afektivitas
4.
mengenal
adalah kausa dari afektivitas dimana subjek berusaha mendefinisikan objek dan ketika subjek berhasil
mendefinisikan akhirnya terlahirlah keputusan afektifitas
5.
imajinasi
dapat menimbulkan kegiatan afektif karena dapat mendorong dan semangat maupun
membohongi. Subjek akan mendapat gambaran awal tentang objek dimana gambaran
akan mempengaruhi subjek untuk bertindak
Disarikan pada tanggal 10 April 2015, disarikan dari Materi kuliah Human Realities in the Light of Sociology, Antropology,Philosophical Antropology, and Psychology, pertemuan ke-5 dengan materi Human Reflection 2