Friday, April 10, 2015

Human Philosophical Reflections 2

1.       Pengetahuan
Pengetahuan tidak bisa dipandang seperti memandang suatu objek yang terdapat di sana, di depan subjek, yang dapat dijangkau oleh pandangan dan oleh tangan manusia. Permasalahan kritis di sini adalah kompleksitas pengetahuan manusia yang sulit dijangkau secara lengkap, utuh, dan paripurna oleh budi manusia yang terbatas. Pengetahuan itu dikatakan indrawi lahir atau indrawi luar kalau orang mencapainya secara langsung, melalui penglihatan, pendengaran, pembau, perasaan, serta peraba setiap kenyataan yang mengelilinginya. Pengetahuan itu dinamakan pengetahuan indrawi batin ketika menampakkan dirinya kepada orang dengan ingatan dan khayalan, baik mengenai apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang terdapat di luar jangkauannya. Pancaindra dan akal budi menjadi unsure sangat besar dalam lahirnya pengetahuan dalam aneka dimensi.
1.1   pengetahuan disebut perseptif
Muncul secara spontan, dalam arti ini lebih menyatakan dirinya melalui gerakan tangan, tingkah laku, gerakan-gerakan, sikap-sikap, tindakan, serta jerit teriakan, daripada dengan perkataan yang dipikirkan atau dengan keterangan yang jelas.
1.2   pengetahuan refleksif
pengetahuan itu membuat objektif kodrat dari suatu realitas apa pun juga. Pengungkapannya adalah, baik dalam bentuk ide, konsep, definisi, serta putusan-putusan maupun dalam bentuk lambang, mitos, atau karya-karya seni.
1.3   Pengetahuan diskursif
memperhatikan suatu aspek dari benda kemudian suatu aspek yang lain, ketika pengetahuan itu pergi dan datang dari keseluruhan ke bagian-bagian, dan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Dalam arti ini lebih menampakkan diri sebagai sesuatu yang datang dari sebab ke akibat dan dari akibat ke sebab, dari prinsip ke konsekuensi dan dari konsekuensi ke prinsip, dan sebagainya.
1.4   pengetahuan intuitif
ketika pengetahuan menangkap atau memahami secara langsung benda atau situasi dalam salah satu aspeknya, keseluruhan dalam satu bagian, sebab dalam akibat, konsekuensi dalam prinsip, dan sebagainya.
1.5   Pengetahuan Induktif
Menarik yang universal dari yang individual, dan sebaliknya deduktif, bila menarik yang individual dari yang universal.
1.6   Pengetahuan kontemplatif
bila mempertimbangkan benda-benda dalam dirinya dan untuk dirinya sendiri
1.7   Pengetahuan spekulatif
bila mempertimbangkan benda-benda dalam bayangan-bayangan dan ide-ide, atau konsep-konsep tentang benda-benda itu.
1.8   Ciri-ciri umum pengetahuan
Imanen bersifat sumber pengetahuan dari hakikat manusia sebagai makhluk berpikir.
Intensional, menurut Edmund Husserl  ciri intensional pengethauan terlihat dalam keterarahan kesadaran manusia.
Relasional, keterarahan pengetahuan mengimplikasi bahwa pengetahuan selalu berkaitan dengan suatu hal.
Progresif, sejalan dengan karakter biologis manusia lahir secara tidak sempurna.   
2.       Intelligence (Inteligensi)
Dalam bahasa Latin Kata intellegere terdiri dari kata intus yang artinya dalam pikiran atau akal, dan kata legere yang berarti membaca atau menangkap. Jadi,Intellegere adalah  membaca dalam pikiran atau akal segala hal dan menangkap artinya yang dalam. Inteligensi adalah kegiatan dari suatu organisme dalam menyesuaikan diri dengan situasi-situasi, dengan menggunakan kombinasi fungsi-fungsi seperti persepsi, ingatan, konseptual, abstraksi, imajinasi, atensi, konsentrasi.
Pengetahuan itu berjalan dari tahap yang tidak sadar sampai kepada tahap yang sadar yang menempatkannya secara sistematis dan reflektif. Pengetahuan pada tahap sadar ini memiliki sistematisasi dan refleksi.
2.1   Pengetahuan intelektif
penglihatan atau penanggapan adalah tahap yang paling rendah atau sederhana, digerakan secara tidak sadar dan prareflektif contohnya seperti tampak pada refleksi spontan
2.2   aprehensi (penampakan)
sudah terdapat kesadaran, meskipun subjek menerima apa yang terjadi pada dirinya secara pasif tanpa diinginkannya. Menurut W. Penfield dasar pikiran adalah tindakan otak pada setiap individu.
2.3   Insight
penangkapan intelektual secara mendadak mengenai objek. Pada tahap ini inteligensi manusia  juga berusaha untuk menangkap esensi atau hakikat atau inti peristiwa tertentu.  Terntunya lebih banyak diandalkan adanya kegiatan abstraksi oleh budi. Tekanan utama kegiatan berpikir atau bernalar ini lebih diutamakan pada budi intelektif itu sendiri. Budi harus benar-benar mengetahui dengan penuh tanggung jawab, sebab insight diverifikasikan. diterangkan dengan logis dan ilmiah.
2.4   Tahap kegiatan intelektual yang lebih tinggi
tahap keputusan sebagai keyakinan akan kebenaran atau kesalahan dari hasil penyelidikan tertentu. Putusan ini lebih bersifat reflektif, sebab penguatan atau afirmasi yang diberikan sungguh-sungguh didasarkan pada landasan yang bisa dipertanggungjawabkan dan lebih bersifat pasti karena pelakunya mengetahui bahwa ia tahu, bukan hanya kurang lebih dari itu.

3.       Kondisi-kondisi untuk mencapai afektivitas
1.       Subjek dan objek harus mempunyai ikatan kesamaan, jika maka tidak akan  ada afektivitas.
2.       Nilai (baik dan buruk) dimana objek mempunyai nilai bagi subjek dan akan terlahir afektivitas
3.       sifat dasariah dan kecenderungan kognitif dimana subjek melakukan afektifdan harus ditunjang dengan sifat dasariah yang mendorong untuk berkeinginan untuk mencapai afektivitas
4.       mengenal adalah kausa dari afektivitas dimana subjek berusaha mendefinisikan  objek dan ketika subjek berhasil mendefinisikan akhirnya terlahirlah keputusan afektifitas
5.       imajinasi dapat menimbulkan kegiatan afektif karena dapat mendorong dan semangat maupun membohongi. Subjek akan mendapat gambaran awal tentang objek dimana gambaran akan mempengaruhi subjek untuk bertindak



Disarikan pada tanggal 10 April 2015, disarikan dari Materi kuliah Human Realities in the Light of Sociology, Antropology,Philosophical Antropology, and Psychology, pertemuan ke-5 dengan materi Human Reflection 2